Beritahindu.com- Di Bali, rumput ilalang atau alang-alang punya peran yang cukup penting dalam upacara Yadnya yang dilakukan oleh umat Hindu. Rumput ini dianggap sebagai tanaman suci dan sering dipakai dalam ritual penyucian.
Karena ilalang mudah ditemukan di berbagai tempat, maka tanaman ini jadi salah satu unsur yang umum dijumpai dalam banyak upacara keagamaan di Bali, terutama dalam upacara penyucian. Rumput ilalang yang dianggap suci ini sudah menjadi simbol penting bagi umat Hindu di Bali, dengan penggunaan yang beragam dan makna filosofis yang mendalam.
Rumput Ilalang dalam Upacara Yadnya
Ilalang banyak digunakan dalam berbagai jenis upacara Yadnya. Saat dipersiapkan menjadi sarana upakara atau alat upacara, ilalang biasanya dibuat dalam bentuk tertentu seperti “Sirawista” atau “Karawista.” Bentuk ini adalah perwujudan simbolik yang memiliki makna khusus. Selain itu, ilalang juga sering dibuat menjadi “Saet Ming Mang,” simbol dari Siwa Lingga.
Di sini, alang-alang melambangkan kehadiran Tuhan Siwa dalam wujud tertentu. Khusus dalam upacara Ngaben, ilalang juga diubah menjadi “Pengawak” yang digunakan sebagai bagian penting dalam prosesi. Menurut Ida Ayu Ratih, seorang Penyuluh Agama Hindu dari Kantor Kementerian Agama Kota Denpasar, penggunaan ilalang ini sudah lama diterapkan dalam berbagai upacara, dan memiliki landasan spiritual yang kuat.
Ida Ayu Ratih juga menjelaskan bahwa ada pula bentuk upakara menggunakan 11 batang ilalang yang diikat menjadi satu. Ikatan rumput ilalang ini dipakai sebagai alat penyucian, misalnya pada bangunan baru atau lokasi tertentu yang baru didirikan. Selain itu, alang-alang ini juga bisa digunakan untuk menyucikan umat melalui percikan air suci atau tirta.
Saat upacara selesai, umat Hindu seringkali mendapatkan percikan tirta ini, dan alang-alang bisa dipakai oleh Pendeta atau Pinandita untuk memberikan percikan air suci tersebut. Ini menunjukkan bahwa alang-alang bukan hanya sekadar rumput, tetapi sudah memiliki posisi sakral dalam tradisi Hindu di Bali.
Penggunaan alang-alang ini bukan hanya kebiasaan semata, tetapi sudah menjadi bagian yang terikat dengan sumber ajaran Hindu. Ida Ayu Ratih menegaskan bahwa alang-alang dipakai dalam upacara dengan dasar sastra dan ajaran suci, baik dalam Weda maupun lontar kuno yang berbahasa Sansekerta, Jawa Kuno, hingga Bali Kuno.
Ajaran-ajaran ini kemudian diterjemahkan agar maknanya bisa dipahami oleh masyarakat yang memiliki lontar-lontar tersebut, sehingga penggunaan alang-alang dapat dilakukan dengan tepat dalam setiap upacara. Selain sebagai sarana penyucian, alang-alang juga diyakini memiliki makna filosofis yang mendalam terkait perjalanan hidup manusia.
Filosofi Rumput Ilalang dalam Upacara Hindu Bali
Rumput ilalang dianggap memiliki makna filosofis yang berkaitan dengan perjalanan hidup seseorang. Saat masih muda, ujung alang-alang sangat tajam, dan ini menyimbolkan ketajaman pemikiran saat manusia masih dalam usia muda. Ketajaman ini juga menunjukkan keinginan yang kuat untuk belajar dan mengembangkan diri. Oleh karena itu, generasi muda diharapkan bisa memanfaatkan masa muda untuk belajar dengan tekun.
Di sisi lain, ketika rumput ilalang sudah tua, ia beralih fungsi sebagai atap bangunan atau tempat suci, misalnya pada “Sanggah Surya,” yang merupakan tempat suci untuk berlindung dan tempat bersembahyang. Ini melambangkan bahwa pada saat tua, manusia seharusnya menjadi pelindung atau pembimbing bagi generasi berikutnya, membantu mereka menuju masa depan yang lebih baik.
Lebih lanjut, Ida Ayu Ratih menyebutkan bahwa dalam Adiparwa, Sloka 39 bab VI, disebutkan bahwa alang-alang adalah tanaman yang suci karena diyakini pernah terkena tetesan Tirta Amerta. Air Tirta Amerta ini dianggap sebagai air suci yang membawa kesucian dan berkah, sehingga alang-alang yang terkena cipratannya menjadi tanaman suci hingga saat ini. Masyarakat Hindu percaya bahwa kesakralan ilalang ini adalah bagian dari ajaran turun-temurun.
“Dengan begitu, ilalang ini sampai sekarang dianggap suci karena dipercikkan oleh Tirta Amerta, air yang sangat sakral,” tambah Ida Ayu Ratih. Dalam lontar Siwagama, daun ilalang ini juga disebut sebagai tanaman suci yang mengandung nilai kesakralan dan kesucian. Alang-alang pun menjadi simbol penting yang terus dipertahankan dalam berbagai ritual di Bali, baik dalam upacara penyucian maupun simbol-simbol kehidupan.
Baca juga: 11 Aturan Etika Bermedia Sosial yang Harus Diterapkan!
Leave a comment